Tak berpuas diri dengan mencetak
rekor penjualan digital total sekitar 7,5 juta kali unduh lewat dua
rilisan sebelumnya – Perubahan (2008) dan Special Edition (mini-album,
2009) – d’Masiv bersiap melepas Perjalanan, album teranyar di penghujung
tahun ini. Bukan tanpa alasan jebolan ajang kompetisi band A Mild Live
Wanted 2007 ini, meniteli album tersebut, Perjalanan. “Seluruh materinya
kami buat di sela-sela tur, atau di perjalanan. Sehingga kata
‘perjalanan’ memang paling pas buat menggambarkan album ini,” tutur
Rian, vokalis, yang menyiptakan hampir seluruh materi di album ini.
Biar begitu, Rian dan
kawan-kawan sama sekali tak merasa terbebani selama menjalani proses
produksi album ini. Bahkan jika dibanding album debut, yang prosesnya
disebut Rian bak “dikejar-kejar setan”, Perjalanan sepenuhnya dikerjakan
dalam suasana rileks, in-control. “Kami semua punya cukup waktu untuk
merevisi apa yang kami dengar dan rasa kurang. Kami pun punya
keleluasaan untuk membuat lagu seperti yang kami inginkan,” terang Rian
lagi.Hal itu, tambah Rian, tak terjadi di album perdana. Mengejar deadline, kebanyakan materi yang ada di album terdahulu tercipta dengan metode jamming di studio. Tanpa kemudian didengar secara lebih detail terlebih dahulu, materi yang sudah disetujui oleh label – Musica Studio’s – langsung diusung ke dapur rekaman. Hasilnya, “Setelah dirilis ada saja yang menuduh kami sengaja menjiplak band ini atau itu. Padahal, itu tidak benar. Ketika jamming, apapun bisa terjadi. Termasuk munculnya nada-nada yang terdengar mirip dengan lagu lain…,” ujar Rian. “Ya. Ketika jamming, kami tak bisa mengontrol sepenuhnya apa yang kami mainkan. Jadi mungkin saja kalau kemudian muncul melodi atau bagian yang mirip dengan lagu lain. Karena yang kami mainkan kan memang yang muncul di benak. Dan ketika kami pernah mendengar satu lagu, otomatis itu juga jadi sesuatu yang menempel di benak. Bisa muncul sewaktu-waktu tanpa kami sengaja…,” tambah Kiki, sang gitaris.
Ya tujuan utamanya, kami pengen menhindari tuduhan miring. Kami bukan mau buktiin sih, tapi pengen nunjukkin ternyata d’Masiv kreatif. Kami juga nggak bisa memprediksi apakah ada orang yang bakal bilang mirip lagi atau nggak. Kalau kami bilang sih, hebat banget. Gue nggak pernah denger lagunya, tapi bisa disama-samain. Berarti mereka dengerin lagu d’Massiv,” tambah gitaris Rama.
Berbekal pengalaman itulah, kini Rian, Kiki dan yang lain lebih berhati-hati. Setiap bagian lagu yang mereka buat didengar lagi berulang-ulang sebelum akhirnya diputuskan untuk dipakai. “Kalau ada keraguan, mirip lagu ini-itu, segera kami rubah atau bahkan buang sekalian!” sergah Rian. Bisa jadi lantaran itu juga, biarpun masih mengandalkan dasar pop dengan balutan rock, lagu-lagu yang tersaji di album ini cenderung lebih variatif dibanding album sebelumnya. Tak melulu berkutat dengan power ballad yang manis, d’Masiv coba bereksperimen dengan genre lain. Sebut saja groove dansa yang cukup terasa di Semakin. Atau aroma bluesy yang mencuat di ”Apa Salahku” serta ”Menanti Keajaiban”. Sementara genre yang akhirnya menjadi trademark d’Masiv tetap tak tertinggal adalah pop rock.
Single Rindu 1/2 Mati” bisa jadi contoh paling nyata. Tak berusaha keras untuk menjadi berbeda, singel ini polos mengusung segala apa yang selama ini jadi kekuatan d’Masiv. Melodi manis yang membalut barisan lirik sederhana namun mengena, disampaikan dengan gaya Rian yang – suka atau tidak – sangat pas untuk lagu macam ini. Banyak lagu lain yang betebaran di album berisi total 14 lagu – 12 lagu baru plus 2 singel dari mini-album Special Edition lalu. Sebagai band yang juga besar di panggung, d’Masiv tak jadi terlena dengan buaian “racun” ballad. Beberapa trek di album ini juga di-set sebagai “pembakar” panggung. Lengkap dengan part-part di mana para personil leluasa berbagi gimmick dan berimprovisasi dengan penonton.
Kompoaisi ”Ungkapkan Saja” bisa jadi contoh menarik tentang kepiawaian band ini bermain dengan progresi kord sehingga sebuah lagu jadi terdengar anthemic tanpa harus terkesan ngotot. Sangat pas dimainkan sebagai penggugah massa di atas panggung. Begitupun Menyegarkan yang beat-nya sejak awal mengajak kaki mengentak.
Secara garis besar, kami cukup puas dengan apa yang sudah kami kerjakan di album ini. Kami sama sekali tak terbeban saat membuat album ini. Tak seperti cerita-cerita band lain yang konon banyak merasakan tekanan ketika masuk ke album kedua. Proses kami (seperti) mengalir begitu saja…,” kata Rian.
d’Massiv menceritakan soal sampul album kedua mereka yang nuansanya sama dengan sampul album pertama: gambar para personel d’Massiv [selain Rian, ada gitaris Rama dan Kiki, bassis Ray, dan drummer Why], tanpa kepala dan anggota badan, hanya baju mereka yang terlihat. Bagi Rian, secara filosofis, gambar seperti itu bermakna mendalam: mereka ingin orang mendengarkan musiknya tanpa memandang siapa musisinya. Tapi, kata Rian, di album kedua yang diberi judul Perjalanan itu, ada yang istimewa. Mereka mengajak Massivers untuk ikut difoto di sampul album. Bahkan, di antara kerumunan itu, ada Massiv Haters—sebutan untuk pembenci d’Massiv.
“Soalnya bagaimanapun, mereka salah satu yang membuat kami jadi lebih baik,” kata drummer Why. “Apa yang kami buat, saking perhatiannya mereka selalu update dengan apa yang kami kerjain. Benci untuk mencinta,” tambah Rian
Perubahan telah mengantar d’Masiv ke sebuah Perjalanan. Sampai di mana ujung perjalanan itu? Tak ada yang tahu. Bisa jadi lurus namun singkat saja, bukan tak mungkin panjang tapi berliku dan penuh batu. Apapun, rasanya tak ada salahnya jika kita ikut menikmati perjalanan sebuah band bernama d’Masiv ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar